Namun, saat melihat fakta bahwa koperasi mampu menyediakan sekitar 100 juta lapangan kerja di seluruh dunia, koperasi juga memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi, terutama dalam pembangunan pertanian di seluruh dunia, sekitar 50 persen hasil pertanian global dipasarkan melalui koperasi, maklum itu akan surut dengan sendirinya.Pertanyaan ini menjadi maklum adanya ketika di sekitar kita, saat ini, banyak dilansir kegagalan koperasi baik dalam pidato para pejabat sampai praktik renternir, penipuan, dan premanisme berkedok koperasi.Banyak orang terperangah. Tidak sedikit yang bertanya-tanya. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menetapkan tahun 2012 sebagai tahun koperasi internasional. Bagaimana mungkin koperasi yang jalannya tersaruk-saruk dengan diwarnai berita yang tidak mengenakan, bisa menjadi perhatian dunia.
International Cooperative Alliance (ICA) dalam Laporan Global 300 tahun 2011, mengumumkan, 300 terbesar koperasi di dunia mampu menciptakan pendapatan kolektif sebesar $ 1,6 triliun. Itu artinya sebanding dengan PDB ekonomi kesembilan terbesar di dunia. Perancis adalah negara dengan kontribusi koperasi terbesar yakni 28%, disusul USA sebesar 16%.
Perusahaan koperasi pun menggeliat menjadi raksasa ekonomi dunia. Sebut saja Credit Agricole Group (koperasi di Perancis yang bergerak di simpan pinjam) penghasilan satu tahun sekitar 103,5 triliun rupiah. Masih di Perancis, Groupe Caisse D’Epargne yang mencapai 58,50 triliun rupiah. Atau Zen-Noh (National Federation of Agricultural Co-operatives) Jepang sebesar 56,99 triliun rupiah. Ketiga koperasi itu menurut ICA merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi global.
Diumumkan secara resmi di Capetown, Afrika Selatan, 5 Nopember 2013 lalu, satu koperasi Indonesia kini mampu masuk dalam deretan koperasi elit dunia yang jumlahnya 300 itu. Urutannya nomor 233, atas nama Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG). Kita pun kini sudah bisa menyusul Malaysia, Thailand, Philipina, dan Singapura yang lebih dahulu masuk di dalamnya.
Koperasi nyata memberikan bukti kontribusi dalam menurunkan angka kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan integrasi sosial. Jadi pantas jika Sekjen PBB, Ban Ki-moon, menyatakan bahwa “Cooperatives are a reminder to the international community that it is possible to pursue both economic viability and social responsibility”.
Dimasa mendatang peran koperasi diperkirakan akan terus berkembang. Setelah disepakati pentingnya revitalisasi koperasi. Melalui proses yang panjang sejak tahu 1992, melalui Kongres ICA di Tokyo sampai tahun 1995 melalui Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS). Kesepakatan itu mengakhiri perdebatan, apakah koperasi lembaga bisnis atau lembaga quasi-sosial.
Kita, melalui kementerian Koperasi dan UMKM dalam waktu belakangan ini secara intensif mengejar berbagai ketertinggalan tersebut. Ditengah masih berkecamuknya berbagai diskusi yang kurang penting untuk langkah percepatan yang dimaksud, dan ditengah kepura-puraan sebagian para pejabat bersyahwat politik dalam mengawal pembanguan koperasi, serta semakin menggebunya semangat neoliberalisme di tengah masyarakat, banyak koperasi yang terus menata diri dan mengembangkan usahanya.
Memang bukan menjadi sesuatu yang nyaman jika di antara 186.987 koperasi yang ada, dengan anggota sebanyak 31 juta orang, tidak ada satu pun yang masuk pada pada daftar 300 koperasi dunia, atau negera berkembang sekalipun. Namun, setelah satu wakil berhasil menduduki peringkat 233 dijajaran elit 300 koperasi dunia ini, citra akan segera berubah.
Sejak tahun 2009, Dekopin sesungguhnya sudah berusaha mengiventarisir koperasi besar kita. Saat itu berhasil ditemukan 20 koperasi yang dimaksud. Terbesar adalah Kospin Jasa di Pekalongan, Jawa Tengah. Berikutnya adalah Koperasi Nusantara (DKI) dengan aset 1,2 triliun rupiah, hampir sama dengan yang dimiliki Kospin Jasa. Sebaran 20 koperasi dimaksud masing-masing di wilayah DKI sebanyak 7 koperasi, Kalbar 6 koperasi, Jateng dan Banten masing-masing 2 koperasi, Jatim, Kalteng dan Sulsel satu koperasi serta sisanya Jawa Barat.
Penulis sering prihatin saat melihat sebagian besar penggiat koperasi kita sudah berumur lanjut. Proses regenerasi berjalan lambat, selain itu dinamika yang berkembang di tengah masyarakat sangat cepat dan membutuhkan penyikapan dengan cara pandang baru. Tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan atas pengabdian yang luar biasa dari para sesepuh tersebut. Karena tanpa beliau-beliau itu, siapa lagi yang akan perduli kepada koperasi. Namun ke depan kita membutuhkan suasana baru yang mendukung keluarnya kebijakan yang benar-benar berpihak.
Buah dari otonomi daerah, terlihat sekali mana pimpinan daerah yang memiliki keperdulian nyata terhadap koperasi, mana yang sekedar basa-basi politik. Koperasi di luar sana telah membuktikan bahwa aktivitas koperasi itu nyata, bukan hanya sentimentil historis atau rengekan konstitusi. Karena bila tidak, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi akan tetap tinggi. Nilai tambah ekonomi regional kita tidak jatuh ke masyarakat kita sendiri, dan komitmen ratusan miliar untuk usaha masyarakat hanya jadi retorika dan pajangan belaka.
(Oleh: Prof. Dr. H. Rully Indrawan, Pakar Koperasi)
Narasumber :
No comments:
Post a Comment